Rabu, 13 Juni 2012

Aku harus merelakanmu, membahagiakanmu meski tidak dengan kebahagiaanku...

Waktuku tak banyak. Hanya sepenggal malam sebelum fajar menjelma. Namun kusempatkan untuk merindukanmu sejenak, sebelum aku benar-benar berpulang. 
Hujan kecilku, masihkan engkau jatuh ke lautan? kau benamkan debu-debu jalanan seperti senja, cinta yang selalu kubanggakan diam-diam. Dalam dambaku menghabiskan waktu, separuh kuikrarkan untukmu. Bersama langkah sepimu yang kini terlalu lelah, aku berharap selalu.
Telah datang waktuku berhenti berharap, tiada kasih yang mampu kuraih. Jalanku, jalanmu terlalu tajam dan berbatu. Dan telah cukup bagiku, melewatinya bersamamu. Aku mengagumimu, sejak kau turun dan membeku dalam dinginnya udara. kala kau rapatkan selimut hangatmu, menahan lajunya waktu. Kenangan saat rapuhnya raga ini, pernah menangis dalam rintikmu...
Hujan kecilku, padamkanlah lilin kecil itu. Rebahkan bayangmu dalam gelapnya puisi, perahu kertasku. Tiada andai dalam kepastian. Ketika binar itu kembali bercahaya. Redup, sepercik harapan. Layu sebelum berkembang. Lalu, bukankah engkau akan menghidupkan?
Rindu ini nyata, aku mengerti..
Hujan kecilku, masihkah deras semangattmu? bila aku pergi saat ini, sebab mentari telah merambatkan cahayanya. Semburat jingga telah memanggilku, mungkin inilah waktunya. Maaf untuk cinta yang tak seharusnya, maaf untuk kesendirian...
Telah kutulis sajak untukmu Diri ini kan selalu berdoa untuk baikmu.
Selamat tinggal, hujan kecilku. 
Aku akan selalu mencintaimu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar